Jumat, 2024-03-29, 4:47 PM

Pulsa Elektrik Termurah Jateng-Jakarta-Jogja-Jatim_Bandung

Detail Menu


Pulsa Elektrik
Download Gratis
Menu Utama
Free Backlink
Business Blogs
business blog Free Backlink Exchange-Tukar Link Sistema Enlaces Reciprocos Sistema Enlaces Reciprocos
Just copy this banner code to your website or blog:This program is a free automatic backlinks exchange services and free web traffic from other users. Everyone knows how important backlinks to get a high pagerank. Here, we offer a backlink for free and very fast for your sites. Copy the html code first, and then paste to your website or blog. To view your backlink you can click the image link from your website or blog. And well... your website url done and will be displaying in last references. If any visitors click this banner from your website or blog, your url backlink will be creating automatically in this website. Enjoy with this seo tricks.   

Recent Referer Backlinks

Backlink Friend

Free Automatic Backlink Free Automatic Backlink Kostenlose Backlink Austausch Cárdenas.net Free Backlinks DAHOAM Free Backlinks Linki Linki Free Backlinks ECBanner Die Gute Saat Free Automatic Link Die Gute Saat Free Automatic Link Free Backlinks Exchange Free Automatic Link kostenlose backlinks Free Automatic Link echange de liens Free Automatic Link Free Automatic Link Intercambio de enlaces Free Automatic Link Free Automatic Link Free Automatic Link Free Automatic Link Free Automatic Elvira Links Free Automatic Link Free Automatic Link Intercambio gratis de Enlaces Free Backlinks Free Backlinks Free Backlinks Free Backlinks Enlaces Gratis Unlimited Backlink Exchange Unlimited Backlink Exchange Free Backlinks Streichquartett Tradiciones Peruanas de Ricardo Palma














Streichquartett Automatic Backlink Exchange Free Automatic Link Multiple Backlinks


La Bonne Semence Free Automatic Link Plugboard Free Backlink Exchange
Web Link Exchange Text Backlink Exchanges Soqoo Link Exchange Text Back Link Exchange Text Back Links Exchange Text Back Links Exchanges backlink Hochzeitsmusik - Streichquartett backlink backlink Free Auto Backlink Generator Get a Free Backlink Florists Links top backlinks referers free Get a Free Backlink trafic backlinks Kostenlose Backlinks bei http://www.backlink-clever.de
SEO-Supreme Professional search tools for free referents backlinks backlinks refere free instant backlink for blog and website
[ New messages · Members · Forum rules · Search · RSS ]
  • Page 1 of 1
  • 1
Forum » Info Ilmu Islam » Pengetahuan Marifat » aku, Aku dan SANG AKU (“Tidaklah engkau yang melempar (Hai Muhammad) tetapi ALLAH-)
aku, Aku dan SANG AKU
dibyoDate: Kamis, 2009-10-08, 1:59 AM | Message # 1
Colonel
Group: Administrators
Messages: 154
Reputation: 0
Status: Offline
aku, Aku dan SANG AKU

“Tidaklah engkau yang melempar (Hai Muhammad) tetapi ALLAH-lah yang melempar ketika engkau melempar.” (Q.S.Al-Anfaal :17)

Aku (dengan huruf kecil semua) : Ego Manusiawi
Ke-“aku”-an adalah bentuk kesadaran akan diri. Ke-“aku”-an bertingkat menurut tingkat kesadaran diri yang dimiliki. Pada taraf paling rendah kesadaran ke-“aku” –an adalah kesadaran mengenai hal yang bersifat badani/jasmani. Ia mengidentifikasi dirinya dengan badan dan naluri-naluri yang berhubungan dengan badan saja.

Pada taraf yang lebih maju ke-“aku”-an adalah pikiran atau intelek, atau IQ nya. Ia mulai beralih dari sekedar menggunakan insting kepada tingkat kecerdasan intelek. Ke-“aku”-an pada taraf ini dikuasai oleh perspektif yang bersifat rasional, logis, deterministic, mekanistik. Kemajuan teknologi adalah produk positif dari kesadaran “aku” ini, namun perang, ekploitasi sesama pertikaian antar golongan berbeda adalah juga produk-produk yang dihasilkan dari ke-“aku”-an ini.

Setaraf lebih maju, ke-“aku”-an maju pada kesadaran hati, emosional, perasaan atau EQ. Ke-“aku”-an pada taraf ini memberi kita kesadaran akan milik diri sendiri dan juga milik orang lain, sehingga mampu membangkitkan rasa empati, cinta, motivasi dan menanggapi perasaan orang lain secara tepat. Namun semuanya masih bersifat diarahkan oleh pihak luar, masih dibatasi sebuah kerangka situasi apa saya berada lalu berskap secara tepat didalamnya. Belum muncul sebagai ketulusan murni dari dalam, sebagai spontanitas dari dalam batin.

Ke-“aku”-an yang lebih dalam lagi adalah ke-“aku”-an pada tingkat jiwa atau spiritualitas. Kesadaran dari Kecerdasan Spiritual, SQ manusia. Adalah tingkat ke-“aku”-an manusia yang memungkinkan manusia untuk menghadapi persoalan makna dan nilai, yang menempatkan perilaku pada konteks yang lebih luas, mendalam, utuh. Ke-“aku”-an di tingkat ini adalah taraf ke-“aku”-an Pribadi manusia atau Pusat Eksistensi sebagai manusia. Pusat dari Diri. Pusat dari Kesadaran Manusiawi. Atau manusia sejati itu sendiri.

Aku (dengan A besar), Yang Universal:
Lebih tinggi lagi, lebih dalam lagi memasuki relung diri-kita akan menembus dimensi yang lebih Universal, di luar manusia. Kesadaran Kosmis, adalah “Aku”-nya semua manusia, atau dalam buku ini saya sebut dengan UQ. Taraf ke-“Aku”-an ini adalah “Aku” seperti yang dilukiskan oleh Rumi dalam syair sufinya:

Aku bukan seorang Kristiani, bukan Yahudi, bukan pula Majusi,
Aku bahkan bukan seorang Muslim,
Aku tidak dimiliki oleh tanah, atau lautan yang dikenal atau tidak dikenal
Alam tidak dapat memiliki atau mengakui aku sebagai miliknya, demikian pula langit,
Tidak pula India, Cina, Bulgaria
Tempat kelahiranku tidak ada di mana pun
TAnda tidak memiliki dan tidak memberi tanda.
Kau katakan melihat mulut, mata, dan hidungku-mereka bukan milikku.
Aku adalah Kehidupan itu sendiri.
Aku adalah kucing itu, batu ini, tidak satupun.
Aku telah melempar dualitas seperti kain lap usang.
Aku melihat dan mengenal seluruh waktu dan semua dunia,
Sebagai satu, satu, dan selalu satu.
Maka apa yang mesti kulakukan agar kau mengakui siapa yang berbicara?
Akuilah itu dan ubahlah segalanya!
Ini adalah suaramu sendiri yang menggemakan dinding-dinding Tuhan.

Sebuah ke-“Aku”-an yang tidak lagi membutuhkan dimensi fisik untuk aktualisasi dirinya. Kesadaran “Aku” pada taraf ini meleburkan segala bentuk sekat-sekat fisik serta segala bentuk simbolisme dalam SATU Holisitas Kosmos. Kesadaran “Aku” adalah “Semua” dan “Semua” adalah “Aku”. Pada tingkat ke-“aku”-an ini tidak lagi diperlukan simbol-simbol dalam pemahaman, karena symbol-simbol termasuk kata-kata hanyalah gerbang untuk memasuki makna.

Taraf ke-“Aku”-an Holistik seperti demikian dilukiskan oleh Meister Echkart, ahli mistik Jerman abad pertengahan :

Dalam terobosan, ketika saya berdiri bebas dari kehendak saya sendiri dan dari Kehendak Tuhan serta seluruh hasil kerja-NYA dan Tuhan Sendiri, di sana saya berdiri diatas semua makhluk lain dan saya bukan Tuhan dan juga bukan makhluk. Sebaliknya, saya adalah diri saya dan tak akan berubah kini dan selamanya. Lalu, saya menerima suatu gerak hati (kesadaran) yang akan membawa saya diatas semua malaikat. Dalam gerak hati ini, saya menerima kekayaan begitu melimpah sehingga Tuhan tidak akan cukup bagi saya dalam segala hal yang membuatnya menjadi Tuhan, dan dengan segala tugas ketuhanannya. Sebab dalam terobosan ini, saya menemukan bahwa saya dan Tuhan adalah satu. Dan disanalah saya sebagaimana sebelumnya, dan saya tidak mengecil atau membesar, sebab saya adalah penyebab tak tergoyahkan yang menggerakkan segalanya.

Kesadaran Ilahiah, yang merasakan ke-“SATU”-an dengan Tuhan ini. Adalah Kesadaran yang dimiliki min-ruhi ketika belum masuk ke dalam jasad (eksistensi dalam alam ruh/ arwah), seperti yang dilukiskan Qur’an:

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)." (QS Al-A’raf : 172)

Sir atau Rahsa Jati adalah perantara antara manusia dan Tuhan, dengan demikian maka UQ adalah Kecerdasan perantara antara Kecerdasan manusia (IESQ) dan Kecerdasan Tuhan, GQ. Dan Aku Universal adalah perantara antara aku dan SANG AKU. Manusia mempunyai Sir, dan Tuhan juga mempunyai Sir. Titik temu manusia dan Tuhan adalah Sir. Meminjam istilah Sunan Majagung : “AKU adalah rahsanya manusia, dan manusia adalah rahsa-KU.” (Hidayat Jati)

SANG AKU (dengan huruf besar semua),
Namun diatas semua “aku” dan “Aku” adalah SANG AKU sebagai “SUMBER” , “AKAR”, dan “TUMPUAN” segala ke-“aku”-an. Dialah Realisasi dari Diri-NYA untuk berbicara dengan sesuatu yang lain dari Diri-NYA untuk menunjukkan “ADA”-NYA. SANG AKU adalah Esensi Tuhan beserta, aspek-aspek Ilahiah-NYA. SANG AKU adalah DZAT, HAYYU dan NUR-NYA. Pada taraf Kesadaran Tuhan atau Kecerdasan Tuhan, dalam buku ini kita sebut sebagai GQ. “SANG AKU” adalah “ADA” , “Tenteram/Diam Mutlak” dan “PENUH”. Dan Tiada sesuatu selain “SANG AKU SENDIRI”.

Seorang pejalan spiritual membawa Kesadarannya menaik dari tingkat “aku” terendah kepada tingkat Kesadaran Tertinggi “SANG AKU”. Kesadaran Mikraj dari Kecerdasan Tubuh, IQ, EQ, SQ, UQ kepada GQ. Ketika semua kecerdasan telah lenyap, dan tinggalah GQ semata. Maka ia akan dikuasai oleh GQ atau Kesadaran “SANG AKU” semata-mata. Bila seorang dikuasai oleh Kesadaran “SANG AKU” dan tidak bercampur dengan Kesadaran yang lain maka “SANG AKU” dapat berujar melalui mulutnya seperti kasus para Sufi masa lampau:

Manshur Al-Hallaj dengan “Ana’l-Haqq”
Bayazid Al-Bistami dengan “Subhani”
Syech Siti Jenar dengan ”Ingsun Pangeran Sejati”

Karena memang sudah tegas dinyatakan dalam qur’an, bahwa: “Sesungguhnya AKU ini adalah ALLAH, tidak ada Tuhan selain AKU.” (QS. Thaahaa : 14)

Ketika kesadaran dibawa menaik dari tubuh, pikiran, hati, jiwa, sir, kemudian menyeberang ke Nur atau memasuki Hayyu, dan menyaksikan secara langsung DZAT maka ia tidak akan lagi dapat menyadari dirinya dan objek-objek. Dalam keadaan ini tiada lagi ke-“aku”-an diri dan ke-“Aku” –an universal sekalipun. “AKU ada dan tidak ada sesuatupun disamping-KU”, Laa maujuudu illa ana – “Tak ada wujud selain AKU.”

Dalam keadaan pelenyapan yang demikian segala ke-“aku”-an secara totalitas lebur (fana’), kesadaran manusia diubah keberadaannya ke dalam kekosongan “ketiadaan” sempurna, maka semua perbuatannya, gerakannya, dan lain-lain, menjadi perbuatan-perbuatan dan gerakan-gerakan Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang sedang dijangkiti dengan Kecerdasan Tuhan, GQ. Namun demikian bukan berarti ia menjadi Tuhan dan dapat disebut sebagai Tuhan. Seperti dilukiskan Rumi melalui syairnya:

Kata Nuh kepada bangsanya, “AKU” bukanlah “Aku.
Aku bukanlah,
Tiada lain Tuhan itu sendiri
Apabila ke-“Aku”- an lenyap dari indra insan
Tinggalah Tuhan wicara,
Mendengar, dan memahami.
Apabila aku bukanlah aku,
Adalah aku tiupan nafas Tuhan
Adalah dosa
Melihat kesatuan aku dengan-NYA.

Meskipun demikian telah lengkap pemusnahan kesadaran diri (fana’ al fana) itu, Rumi tetap mengakui ketidak samaannya dengan Tuhan.

Dengan demikian, apakah Manshur Al-Hallaj, Bayazid al Bisthomi atau Syech Situ Djenar mengaku dirinya sebagai Tuhan?

Untuk memperoleh penjelasan ini saya akan mengutipkan kepada pembaca, uraian dari K.H. Haderani dalam bagian penjelasan tambahan untuk Bg. III (Khotimah) dari buku Ad-durunnafis yang di-indonesiakan halaman 163 sd.166 sebagai berikut:
Manusia manapun juga yang mengaku dirinya sebagai Tuhan adalah ‘syirik’. Sebagaimana Fir’aun la’natullahi, pernah mengaku dirinya sendiri sebagai Tuhan, akhirnya hancur lebur.

Banyak bukti yang menunjukkan betapa bahayanya bila seorang mengaku dirinya sendiri Tuhan, lebih-lebih kata-kata yang demikian keluar dari mulutnya penuh kesombongan.

Lalu bagaimanakah dengan ucapan dari Al-Hallaj (Husein ibnu Manshur) yang menghebohkan itu? Bagaimana dengan ucapan-ucapan Abu Yazid Busthomi r.a. yang kedengarannya cukup ngeri? Dan bagaimana pula puisi dan sajak dengan gaya bahasa yang indah yang mereka susun dalam tema sama?

Di Sumatera ada Hamzah Fansuri, di Jawa ada Syech Siti Jenar, di Kalimantan ada H. Abdul Hamid Habulung (dikenal dengan Datuk Habulung) dan banyak lagi munkin, sama-sama berungkap kata semacam Al-Hallaj.

Terlepas dari soal mereka telah menerima hukum bunuh oleh penguasa pada masanya, hal mana dapat dimengerti karena adanya pengaruh politik dan pengaruh lain, namun kita akan mencoba memberi nilai secara objektif sebagaimana yang pernah diberikan oleh Imam Ghazali r.a atau Syech Abdul Qadir Jaelani q.s. Sulthonul-Awliya.

Penilaian kita adalah:
1. Ucapan Fir’aun adalah penuh kesombongan dalam kedudukan seorang Raja di Raja, seorang penentang Nabi Musa a.s. Fir’aun seorang yang ingin disujudi dan disembah.
2. Fir’aun dapat dikatakan ‘tokoh duniawi’ terbesar dalam sejarah manusia, dibalik keadikaraannya sebagai Mahadiraja terselip ‘jiwa penakut’ hingga memerlukan ribuan ahli sihir, ribuan bodyguards (pelindung keselamatan dirinya). Hampir sama dengan cerita Napoleon seorang diktaktor terkenal tapi paling takut dengan tikus.
3. Fir’aun dalam sejarahnya tidak pernah merasakan kelemahan dirinya, kekurangan-kekurangannya, apa yang diucapkan adalah hukum mutlak yang sama sekali tidak boleh dibantah.

Dan banyak lagi bukti-bukti sejarah yang menunjukkan sifat dan perwatakan fir’aun sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran hidup. Lebih tepat kalau kita katakan seekor singa raja hutan yang sama sekali tidak mengerti dirinya sendiri, akhirnya dia mati kelaparan dalam gua yang gelap karena tua dan lumpuh. Pendek kata fir’aun pantas mendapat laknat ALLAH.

Dengn ciri-ciri khas kepribadian Fir’aun itu terlihat jelas perbedaannya dengan para Arif Billah radliallahu’anhum yang dapat dilihat nyata:
1. Para Arif Billah berbudi halus, Kehalusan perasaannya terpancar pada puisi-puisi dan syair-syairnya yang indah, kerendahan hati terpancar pada sikap hidupnya.
2. Ibadat buat mereka bukan lagi suatu yang dirasakan terpaksa, tetapi suatu keindahan dalam hidupnya.
3. Nafsu duniawi yang berlebih-lebihan tidak ada dalam kamus mereka.
4. Tidak pernah merasa takut dan gentar dalam menghadapi dunia dan keduniaan, penuh keyakinan bahwa kehidupan mereka di akherat kelak lebih bernilai.

Dan banyak lagi ciri-ciri khas kepribadian mereka yang benar-benar menghayati kebenaran hidup, seperti Al-Hallaj, Mahyudin Ibnu Araby, Abu Yazid Busthomi dan lainnya.

Begitu pula dengan Hamzah Fanzuri, Syech Siti Jenar, H. Abdul Hamid Habulung (Datuk Habulung), nama-nama yang kita sebutkan itu bukanlah orang-orang yang hidupnya dengan keadikaraan dan kekayaan yang berlimpah ruah, tetapi hidup dengan kesederhanaan.

Kita tidak memasukkan dalam golongan Arif Billah pada pembahasaan ini, mereka yang nyata-nyata memfatwakan agar melepaskan syariat.

Dan kita bahas disini adalah ingin untuk menarik garis yang jelas dan terang antara ucapan Fir’aun dengan ucapan Arif Billah tentang ke-AKU-an Tuhan.

Garis pertama yang sudah kita tarik adalah perbedaan yang jauh dan berlawanan antara keduanya (Fir’aun dan Arif Billah) dari segi kepribadian. Dengan adanya perbedaan itu pasti berbeda pula kesan yang terkandung dalam kata-kata yang sama dalam nadanya.

Kesan-kesadn itu adalah:
1. Fir’aun mengucapkan kata-kata itu adalah dengan keutuhan dirinya sendiri ‘ditujukan’ kepada orang lain dengan maksud tertentu, agar orang yang mendengarkan kata-katanya mengakui dia sebagai Tuhan.
2. Arif Billah mengucapkan kata-kata adalah suatu pelampiasan “suara halus dan abadi” setelah menerima “kalam qadim” yang tercetusnya kata-kata itu dalam situasi kejutan (syatathoh) hilang akal dan rasa.
Tentang hal ini, Rumi menjelaskan bahwa kata “AKU” yang diucapkan seorang sufi dalam keadaan fana’ tidak diisyaratkan kepada dirinya sendiri, karena terdapat perbedaan kata “AKU” yang diucapkan untuk menekankan pribadi kemanusiaan serta keterpesonaan padanya dengan kata “AKU” yang diucapkan untuk mengisyaratkan DZAT Ilahi. Yang pertama, menurutnya merupakan laknat, sementara yang kedua merupakan rahmat (Saiful Jazil, Imam Musbakin & Sufyanto dalam buku Senandung Cinta Jalaluddin Rumi, halaman 66)

3. Arif Billah terlanjur mengeluarkan kata-kata itu bukan kepada siapapun juga diantara manusia lain, hanyalah seakan-akan orang latah yang meniru-niru kalam atau ucapan yang datang pada dasar hatinya sendiri.

Hakekatnya kata-kata itu sama dengan wahyu yang diterima oleh para Rasul dan Para Nabi. Perbedaannya adalah, kalau wahyu terhadap Para Rasul dan Nabi mempunyai nilai-nilai dan unsure-unsur pendidikan dan pelajaran (paedagogis) perlu disampaikan kepada orang lain, sedang kalam qadim yang mereka terima hanya untuk mereka sendiri.

Kecerdasan Tuhan, GQ
Manusia yang digagahi oleh GQ akan menjadi seorang Wali atau Kekasih ALLAH, ia hidup dengan Kecerdasan ALLAH seperti yang disebutkan dalam hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagai berikut:

“………….Dan tidaklah seorang hamba-KU mendekat kepada-KU dengan sesuatu yang sangat KU-cintai melebihi daripada apa bila melakukan sesuatu yang telah AKU wajibkan kepadanya. Dan tidaklah seorang hamba-KU mendekat kepada-KU dan melakukan amal-amal yang sunah sehingga AKU mencintainya. Dan apabila AKU telah mencintainya maka AKU-lah telinganya yang dia gunakan untuk mendengarkan dan AKU-lah matanya yang ia gunakan melihat, AKU-lah tangannya yang ia gunakan mengambil dan AKU-lah kakinya yang dia gunakan untuk berjalan.”

Demikianlah seorang Wali atau Kekasih ALLAH hidup dengan suatu bentuk Kecerdasan Tuhan, GQ. Dalam keadaan demikian maka tubuh, pikiran, emosi, jiwanya adalah semata-mata alat-alat-NYA Tuhan untuk mewujudkan Kehendak-Kehendak-NYA. Ia telah menjadi seorang manusia Tuhan – Insan ALLAH atau Avatara. Dan melaluinya Tuhan melakukan perubahan atas dunia. Ia telah hidup dibawah kendali ALLAH dengan “SANG AKU”-NYA. Ke-“aku”-annya telah lenyap dan digantikan oleh “SANG AKU”-NYA ALLAH.

INSAN KAMIL, ARIF BILLAH, AVATARA: Hidup dengan “SANG AKU“
Insan Kamil adalah manusia yang dipercaya sebagai wakil Allah di alam semesta, selain sebagai segel alam semesta juga sebagai pintu bagi alam semesta untuk melihat Sang Pencipta, mengenal-Nya; kehadiran Keindahan dan Kekuasaan Ilahi yang membayang dalam diri insan Ilahi merupakan jembatan rahmat (penolong) bagi alam semesta untuk berjalan mengenal-Nya, insan Ilahi adalah tangan Kepemurahan-Nya (surratur-Rahmaan) yang membawa seluruh alam semesta menjadi peningkat derajatnya. Inilah amanah yang diembankan kepada insan Ilahi yang dipercaya sebagai ruh dan cahaya kehidupan bagi seluruh alam semesta, semuanya adalah cermin yang saling berhadap-hadapan, seimbang tanpa cacat.
Disini, segala ke-“aku”-an telah musnah dan tinggalah “SANG AKU” Yang Langgeng, Abadi, Realitas Mutlak, Tak Berawal dan Tak Berakhir, Melampaui Kebenaran dan Kepalsuan, Maha ADA, Maha Esa, dan Maha Meliputi Segala Sesuatu, Tak bersifat, Tak Terikat, Tak Terukur, Tak Terjelaskan.

Tentang manusia Tuhan, Insan ALLAH atau Avatara, Jalaaludin Ruumi telah menyatakan ini dalam “Matsnawi”nya, dalam kisah Nuh:

Nuh berkata : “Wahai, orang-orang yang tidak percaya aku bukan aku,
Aku mati dan Tuhan adalah hidup”
Bila “aku” mati dalam panca indra manusia,
Si Pembicara, si pendengar, dan yang mengerti, adalah Tuhan.
Bila “aku” itu bukan “aku”, maka “Aku” adalah nafas Tuhan.
Menantang Dia adalah kesalahan

Dalam Genesis, Injil, V: 24 juga dijelaskan bahwa henoch “dia berjalan bersama Tuhan, dan dia tidak ada, karena Tuhan mengangkatnya.”

Dalam Exodus, Injil, XXXII: 16, dalam kasus Musa diterangkan, “bahwa tulisannya adalah tulisan Tuhan.”

Atau yang dikatakan Jesus : “AKU adalah jalan, kebenaran, dan kehidupan” (St. John XIV : 6).”Dia yang telah melihat AKU telah melihat Tuhan” (St. John XIV : 9)

Dan pada Muhammad : Anaa Ahmadun bilaa miim. “AKU adalah Ahmad tanpa huruf miim”, Aku adalah Ahad (Esa).

Manusia yang telah hidup dengan kesadaran “SANG AKU” menyaksikan segala sesuatu yang terjadi namun tak tergoyahkan dengan pengalaman-pengalaman itu. Tidak dihinggapi perasaan khawatir dan sedih, seperti dijelaskan dalam qur’an:

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
(QS Yunus : 62)

Dan ALLAH akan memenuhi janji-NYA untuk mengangkatnya sebagai wakil atau Khalifah-NYA dimuka bumi:

“ALLAH telah berjanji terhadap orang yang beramal shaleh untuk mengangkat mereka seorang khalifah, seperti ALLAH mengangkat orang-orang sebelum mereka dimuka bumi, dan ALLAH mantapkan untuk mereka agama mereka yang ALLAH ridloi buat mereka. Dan ALLAH gantikan rasa takut (khawatir) mereka dengan rasa aman.”

Mosik : Mendengarkan Suara SANG AKU
Seorang yang sehat secara spiritual akan mudah menangkap “Suara Dari Dalam” yang mengalir dari SANG AKU, melalui Hayyu, Nur, Sir, Roh, Qalb, pikiran. Suara-suara SANG AKU timbul sebagai sesuatu yang bersifat spontan dari dalam (Haji Slamet Oetomo menyebutnya dengan istilah mosik). Mosik membuat kita mengerti sesuatu tanpa proses belajar seperti pada umumnya. Mosik memungkinkan kita mendapatkan pengetahuan secara langsung dari SUMBER PENGETAHUAN tanpa melalui proses empirisme dan rasionalisme.

Pengetahuan semacam ini, disebutkan dalam Al – Qur’an dengan istilah ilmu Laduni (ilmu dari sisi Tuhan):
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami (laduni)”.
(QS. Al Kahfi : 65)

Para Nabi dan Rasul menerima Wahyu adalah dengan mekanisme ini. Para manusia biasa yang shalih menerima ilham petunjuk juga dengan mekanisme ini. Bahkan para ilmuwan besar seperti Albert Einsteinpun menemukan persamaan: E = m.c2 adalah dari hasil intuisi yang diperoleh secara mekanisme mosik.

Semakin dekat diri dengan SANG AKU, atau semakin hapus ke-“aku”-an diri semakin timbul kemampuan menerima mosik dan mendengarkan Suara-Suara dari “SANG AKU”. Bukti dari hapusnya ke –“aku”-an diri adalah ketakwaan atau ketaatan yang mendalam kepada Tuhan. Seperti di jelaskan oleh Ibnu Arabi dalam syair al unsnya: ALLAH pancarkan cahaya-NYA, diiringi pengetahuan yang tergapai siapapun tanpa kepatuhan yang dalam. Ketaatan yang mendalam adalah sikap hidup tunduk patuh secara totalitas (Total Submission) kepada Tuhan. Wattaqullaha wayu’allimukummullahu : Takwalah kepada ALLAH, ALLAH akan ajarkan ilmu langsung kepadamu.
Diposkan oleh Bhre tandes

 
Forum » Info Ilmu Islam » Pengetahuan Marifat » aku, Aku dan SANG AKU (“Tidaklah engkau yang melempar (Hai Muhammad) tetapi ALLAH-)
  • Page 1 of 1
  • 1
Search: